Nama-Nama Mu Ya Allah


buah kejujuran

Posted on Thursday, 29 December 2011 by isoc.usmkle | 0 comments



Di antara tanda-tanda kejujuran adalah takut kepada Allah dan zuhud dalam urusan dunia. Orang yang jujur dalam keyakinannya merasa takut makan yang haram, dia lebih memilih memikul kemiskinan dan kesulitan demi mengharap Darus Salam Surga. Jika dia berdosa maka dia tidak tidur sehingga dia kembali kepada Tuhannya dan berlepas diri dari dosanya.


Ibnu Jarir At-Thabari menceritakan, di musim haji aku berada di Makkah, aku melihat seorang laki-laki dari Khurasan mengumumkan,

"Wahai para jamaah haji, wahai penduduk Makkah, aku kehilangan sebuah kantong berisi seribu dinar. Siapa yang mengembalikannya kepadaku moga Allah membalasnya dengan kebaikan dan membebaskannya dari neraka serta dia mendapat pahala balasan pada Hari Kiamat."


Berdirilah seorang laki-laki tua berbadan tinggi dari penduduk Makkah. Dia berkata, 

 "Wahai orang Khurasan, negeri kami ini tabiatnya keras, musim haji terbatas, hari-harinya terhitung, pintu-pintu usaha tertutup. Mungkin hartamu itu ditemukan oleh seorang mukmin yang miskin atau orang lanjut usia, dia ingin mendapatkan janjimu, seandainya dia mengembalikannya kepadamu, kamu bersedia memberinya sedikit harta yang halal."



Orang Khurasani menjawab,

 "Berapa jumlah hadiah yang dia inginkan?"
 

Bapak tua menjawab,

"Sepuluh persen, seratus dinar."


Orang Khurasan menolak. Dia berkata,

"Tidak, akan tetapi aku menyerahkan urusannya kepada Allah dan aku adukan dia pada hari di mana kita semua menghadap kepadaNya. Dialah yang mencukupi kita dan Dia adalah sebaik-baik pelindung."


Ibnu Jarir At-Thabari berkata, hatiku berkata bahwa orang tua itu adalah orang miskin, besar kemungkinan dialah penemu kantong dinar tersebut dan ingin memperoleh sedikit darinya. Aku mengintipnya sampai dia di rumahnya. Ternyata dugaanku benar. Aku mendengarnya memanggil, 

"Wahai Lubabah."

Terdengar seorang wanita menjawab,

"Baik Abu Ghiyats."

Orang tua itu berkata, 

"Aku mendapatkan pemilik kantong mengumumkannya tetapi dia tidak mau memberi penemunya sedikit pun. Aku telah katakan kepadanya, 'Beri kami seratus dinar', tetapi dia menolak dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Apa yang aku lakukan wahai Lubabah? Harus dikembalikan. Aku takut kepada Allah. Aku takut dosaku bertumpuk-tumpuk."


Lubabah, isterinya itu menjawab,

"Suamiku, kita telah menderita kemiskinan bersamamu selama lima puluh tahun. Kita mempunyai empat anak perempuan, dua saudara perempuan, aku isterimu dan ibuku, lalu kamu yang kesembilan, kita tidak mempunyai kambing, tidak ada padang gembala. Ambil semua wangnya, kenyangkan kami kerana kami semua lapar. Beli pakaian untuk kami, kamu lebih mengerti dengan keadaan kita. Dan semoga Allah membuatmu kaya sesudah itu, maka kamu bisa mengembalikan wang itu setelah kamu memberi makan keluargamu atau Allah melunasi hutangmu di Hari Kiamat."


Pak tua itu berkata kepada isterinya,

"Apakah aku akan makan harta haram setelah aku menjalani hidup selama lapan puluh enam tahun. Aku membakar perutku dengan api neraka setelah sekian lama aku bersabar atas kemiskinanku dan mengundang kemarahan Allah, padahal aku sudah diambang pintu kubur. Demi Allah aku tidak akan melakukannya."


Ibnu Jarir berkata, aku pergi dengan perasaan taajub terhadap bapak tua itu dan isterinya. Keesokan harinya di waktu yang sama, aku mendengar pemilik dinar mengumumkan, dia berkata,

"Wahai penduduk Makkah, wahai para jamaah haji, wahai tamu-tamu Allah dari desa maupun kota, siapa yang menemukan sebuah kantong berisi seribu dinar maka hendaknya dia mengembalikannya kepadaku dan baginya balasan pahala dari Allah."


Bapak tua itu berdiri dan berkata,

"Hai orang Khurasan. Kemarin aku telah katakan kepadamu, aku telah memberimu saran. Kota kami ini demi Allah, tumbuh-tumbuhannya dan ternaknya sedikit. Bermurah hatilah sedikit kepada penemu kantong itu sehingga dia tidak melanggar syariat. Aku telah katakan kepadamu untuk memberi orang yang menemukannya seratus dinar tetapi kamu menolaknya. Jika uangmu itu ditemukan oleh seseorang yang takut kepada Allah, apakah kamu sudi memberinya sepuluh dinar saja tidak seratus dinar agar bisa menjadi penutup dan pelindung baginya.”


Orang Khurasan menjawab,

"Tidak. Aku berharap pahala hartaku di sisi Allah dan aku mengadukannya kepadaNya pada Hari Kiamat. Dialah yang mencukupi kita dan Dia adalah sebaik-baik pelindung."


Ibnu Jarir berkata, kemudian orang-orang bubar. Pada hari ketiga aku kembali mendengar pemilik kantong itu kembali meneriakkan pengumuman yang sama, 

“Wahai seluruh jamaah haji, wahai para tamu Allah, dari kota dan desa siapa yang menemukan kantong berisi seratus dinar dan dia mengembalikannya kepadaku maka untuknya pahala dari Allah."


Bapak tua itu maju dan berkata,

"Hai orang Khurasan. Kemarin lusa aku telah katakan kepadamu, berilah orang yang menemukannya seratus dinar dan kamu menolak, kemudian sepuluh dinar dan kamu pun menolak apakah kamu bersedia memberinya satu dinar saja, setengahnya untuk memenuhi hajatnya dan setengah lagi untuk membeli ternakan yang diminum susunya, maka dia bisa memberi minum kepada orang-orang dan mendapatkan pahala dan memberi makan anak-anaknya dan dia berharap pahala."


Orang Khurasan itu menjawab, 

"Tidak, tetapi aku menyerahkannya kepada Allah dan mengadukannya pada saat kita bertemu denganNya. Dialah yang mencukupi kami dan Dialah sebaik-baik penolong."


Orang tua itu menariknya sambil berkata, 

"Kemarilah kamu, ambillah dinarmu biarkan aku tidur di malam hari. Aku tidak pernah merasa tenang sejak menemukan harta itu."


Ibnu Jarir berkata, orang tua itu pergi bersama pemilik dinar. Aku mengekori keduanya sehingga orang tua itu masuk rumahnya. Dia menggali tanah dan mengeluarkan dinar itu. Dia berkata,

“Ambil wangmu aku memohon kepada Allah agar memaafkanku dan memberiku rezki dari kurniaNya."


Orang Khurasan itu mengambil dinarnya dan ketika dia tiba di pintu dia berkata,

"Pak tua, bapakku wafat – semoga Allah merahmatinya – dan meninggalkan untukku tiga ribu dinar. Dia mewasiatkan kepadaku, 'Ambil sepertiganya dan berikan kepada orang yang paling berhak menerimanya menurutmu'. Maka aku menyimpannya di kantong ini sampai aku memberikannya kepada yang berhak. Demi Allah sejak aku berangkat dari Khurasan sampai di sini aku tidak melihat seseorang yang lebih berhak untuk menerimanya kecuali dirimu. Ambillah semoga Allah memberkatimu. Semoga Allah membalas kebaikan untukmu atas amanatmu dan kesabaranmu atas kemiskinanmu."

Lalu dia pergi dan meninggalkan dinarnya.
Bapak tua itu menangis, berdoa kepada Allah, dia berkata,

"Semoga Allah memberi rahmat kepada pemilik harta di kuburnya. Dan semoga Allah memberi berkah kepada anaknya."


Ibnu Jarir berkata, maka aku pun meninggalkan tempat itu, berjalan di belakang orang Khurasan itu, tetapi Abu Ghiyats menyusulku dan memintaku kembali. Dia berkata kepadaku,

“Duduklah, aku melihatmu mengikutiku sejak hari pertama. Kamu mengetahui berita ini kemarin dan hari ini. Aku telah mendengar Ahmad bin Yusuf Al-Yarbu'i berkata, aku mendengar Malik berkata, aku mendengar Nafi' berkata dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi saw bersabda kepada Umar dan Ali, 

"Apabila Allah memberi kalian berdua hadiah tanpa meminta dan tanpa mengharapkan maka terimalah dan jangan menolaknya karena jika demikian maka kalian berdua telah menolaknya kepada Allah.” Dan ini adalah hadiah dari Allah dan hadiah bagi siapa yang hadir."


Abu Ghiyats lalu memanggil,

"Wahai Lubabah, wahai fulanah, wahai fulanah."

Dia memanggil putri-putrinya, dua saudara perempuannya, istrinya dan mertuanya. Dia duduk dan memintaku untuk duduk. Kami semua berjumlah sepuluh. Dia membuka kantong dan berkata,

"Buka pangkuan kalian."

Maka aku membuka pangkuanku. Adapun mereka, karena mereka tidak memiliki pakaian maka mereka tidak mampu membuka pangkuan mereka. Mereka menadahkan tangan mereka. Pak tua itu mulai menghitung dinar demi dinar, sampai di dinar kesepuluh dia memberikannya kepadaku sambil berkata,

"Ini untukmu."

Sampai isi kantong yang berjumlah seribu dinar itu habis dan aku mendapatkan seratus dinar.


Ibnu Jarir berkata, kebahagiaan mereka atas kurnia Allah lebih membahagiakan diriku daripada diriku sendiri yang mendapatkan seratus dinar. Manakala aku hendak pergi, dia berkata kepadaku,



“Anak muda, kamu penuh berkah. Aku tidak pernah melihat wang ini, tidak pernah memimpikannya. Aku pesankan kepadamu bahwa harta itu halal maka jagalah dengan baik. Ketahuilah bahwa sebelum ini aku solat subuh dengan baju usang ini. Kemudian aku melepasnya sehingga anakku satu persatu bisa memakainya untuk solat, kemudian aku pergi bekerja antara zuhur dan asar. Kemudian di petang hari aku pulang dengan membawa rezki yang diberikan oleh Allah kepadaku, kurma dan beberapa potong roti. Kemudian aku melepas pakaian usang ini untuk digunakan solat Zuhur dan Asar oleh putri-putriku. Begitu pula pada solat Maghrib dan Isya'. Kami tidak pernah membayangkan melihat dinar-dinar ini. Semoga ia bermanfaat dan semoga apa yang aku dan kamu ambil juga bermanfaat. Semoga Allah merahmati pemiliknya di kubur, melipatgandakan pahala bagi anaknya dan meberikan balasan kepadanya."


Ibnu Jarir berkata, aku meminta izin untuk beredar darinya. Aku telah memperolehi seratus dinar. Aku menggunakannya untuk biaya mencari ilmu selama dua tahun. Aku memenuhi keperluanku sehari-hari. Aku membeli kertas, berpergian dan membayar pembiayaan hidup dengan wang itu. Enam belas tahun kemudian aku kembali ke Makkah. Aku bertanya tentang bapak tua itu, ternyata dia telah meninggal dunia beberapa bulan setelah peristiwa itu. Begitu pula isterinya, mertuanya dan dua saudara perempuannya, semuanya telah meninggal dunia. Tinggal puteri-puterinya. Aku bertanya tentang mereka. Ternyata mereka telah menikah dengan para gabenor dan raja. Hal itu karena berita kebaikan orang tuanya yang melambung di serata negeri. Aku singgah bertemu dengan suami-suami mereka. Mereka menyambutku dengan baik. Memuliakanku sampai mereka kembali kepada Allah. Semoga Allah memberkati mereka dengan apa yang mereka dapat.
Selesai kisah Ibnu Jarir.


Firman Allah Taala, "Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dari hari Akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya." (Ath-Thalaq: 2-3).


Dari Mausu’ah min Qashash as-Salaf, Ahmad Salim Baduwailan.
(Izzudin Karimi)

Makna dalam solat

Posted on by isoc.usmkle | 0 comments



Terbitkan makna dalam mengerjakan solat. Semoga dengan memahami bacaan kita akan lebih khusyuk dalam solat.


Takbiratul Ihram:
Allah Maha Besar


Doa Iftitah:
Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah dengan banyaknya.
Maha suci Allah sepanjang pagi dan petang.
Aku hadapkan wajahku bagi Tuhan yang mencipta langit dan bumi,
dengan suasana lurus dan berserah diri dan aku bukan dari golongan orang musyrik.
Sesungguhnya solatku,
Ibadatku,
hidupku,
matiku
adalah untuk Allah Tuhan sekelian alam.
Tidak ada sekutu bagiNya dan kepadaku diperintahkan untuk tidak
menyekutukan bagiNya dan aku dari golongan orang Islam.

 
Al-Fatihah:
Dengan nama Allah yang maha Pemurah lagi maha Mengasihani.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Yang maha pemurah lagi maha mengasihani.
Yang menguasai hari pembalasan.
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan.
Tunjukilah kami jalan yang lurus.
Iaitu jalan orang-orang yang Engkau kurniakan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan jalan mereka yang sesat.

 
Bacaan ketika rukuk:
Maha Suci TuhanKu Yang Maha Mulia dan dengan segala puji-pujiannya.

 
Bacaan ketika bangun dari rukuk:
Allah mendengar pujian orang yang memujinya.

 
Bacaan ketika iktidal:
Wahai Tuhan kami, bagi Engkaulah segala pujian.

 
Bacaan ketika sujud:
Maha suci TuhanKu yang Maha Tinggi dan dengan segala puji-pujiannya.

 
Bacaan ketika duduk di antara dua sujud:
Ya Allah, ampunilah daku,
Rahmatilah daku,
kayakan daku,
angkatlah darjatku,
rezekikan daku,
berilah aku hidayah,
sihatkanlah daku dan
maafkanlah akan daku..

 
Bacaan ketika Tahiyat Awal:
Segala penghormatan yang berkat solat yang baik adalah untuk Allah.
Sejahtera atas engkau wahai Nabi dan rahmat Allah serta
keberkatannya.
Sejahtera ke atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang soleh.
Aku naik saksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan aku naik saksi bahawasanya Muhammad itu adalah pesuruh Allah.
Ya Tuhan kami, selawatkanlah ke atas Nabi Muhammad.

 
Bacaan ketika Tahiyat Akhir:
Segala penghormatan yang berkat solat yang baik adalah untuk Allah.
Sejahtera atas engkau wahai Nabi dan rahmat Allah serta keberkatannya.
Sejahtera ke atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang soleh.
Aku naik saksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan aku naik saksi bahawasanya Muhammad itu adalah pesuruh Allah.
Ya Tuhan kami, selawatkanlah ke atas Nabi Muhammad dan ke atas keluarganya.
Sebagaimana Engkau selawatkan ke atas Ibrahim dan atas keluarga Ibrahim.
Berkatilah ke atas Muhammad dan atas keluarganya sebagaimana Engkau berkati ke atas Ibrahim dan atas keluarga Ibrahim di dalam alam ini.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung.

 
Doa Qunut:
Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau tunjuki.
Sejahterakanlah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau sejahterakan.
Pimpinlah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau pimpin.
Berkatilah hendaknya untukku apa-pa yang telah Engkau berikan padaku.
Jauhkanlah aku daripada segala kejahatan yang telah Engkau tetapkan.
Sesungguhnya hanya Engkau sahajalah yang menetapkan, dan tidak sesiapapun yang berkuasa menetapkan sesuatu selain daripada Engkau.
Sesungguhnya tidak terhina orang yang memperolehi pimpinanMu.
Dan tidak mulia orang-orang yang Engkau musuhi.
Telah memberi berkat Engkau, ya Tuhan kami dan maha tinggi Engkau.
Hanya untuk Engkau sahajalah segala macam puji terhadap apa-apa yang telah Engkau tetapkan.
Dan aku minta ampun dan bertaubat kepada Engkau.
Dan Allah rahmatilah Muhammad, Nabi yang ummi dan sejahtera keatas keluarganya dan sahabat-sahabatnya.




Allah adalah tempat pergantungan yang terbaik

Posted on Monday, 19 December 2011 by isoc.usmkle | 0 comments

Ali Abbas r.a berkata; rasulullah saw telah bersabda; Sesiapa yang menyebabkan kemurkaan Allah kerana hendak mencari keredaan manusia, Allah akan memurkainya dan Allah akan menjadikan setiap yang diredhainya benci terhadapnya. Dan orang yang mencari keredhaan Allah walaupun dibenci oleh manusia, nescaya Allah akan meredhainya dan menjadikan setiap yang membencinya redha terhadapnya, sehingga keredhaan Allah itu menghiasi dirinya, percakapannya dan amalannya, nescaya ia mendapat perhatian Allah. 
(Diriwayatkan oleh al Tabrani)
 
Pernah suatu ketika kita mungkin pernah mengalami perasaan sedih apabila dipulaukan rakan - rakan mungkin disebabkan beberapa kekurangan. Contohnya, mungkin kita pernah ditertawakan orang lain sewaktu berdiri di khalayak ramai untuk memberikan ucapan, ataupun mungkin disebabkan kita mempunyai  bentuk badan yang besar, gigi jongang atau senang kata, tidak mempunyai rupa aras yang menarik. Mungkin hal- hal seperti ini membuatkan 'inferioriti kompleks' dalam kita bertambah

"Kenapa orang lain tak nak kawan dengan aku?"
"Munkin aku tak cukup hensem atau tak cukup bergaya, tu sebab orang taknak kawan"

Mungkin dalam keadaan kita sebagai pelajar mungkin masih tak pernah lagi merasakan hal- hal sebegini. Akan tetapi, hakikatnya ada orang yang mengalami perasaan seperti ini disekeliling kita. Pernah juga pada sesetengah masa, kita cuba untuk menyesuaikan diri kita dengan keadaan masyarakat sekeliling, supaya kita akan rasa diri kita 'updated' dengan keadaan semasa, contohnya:

"aku dah tengok cerita tu semalam, kau tak tengok lagi,... noob giler"
"La, kau tak tukar-tukar hand-set kau lagi ke, ini taun 20an punya beb"

Apa perasaan kita, apabila mendapat 'peer pressure' seperti di atas? Sudah pasti, kita mesti terikut untuk membuat sesuatu perubahan. Subhanallah, jangan khuatir. Itulah masalah-masalah dunia hari ini, kita selalu menggantungkan diri kita pada 'perkembangan dunia', ataupun orang lain sekadar untuk dilihat gah dalam masyarakat. Kita pula, tidak asyik-asyik mengagungkan kehebatan orang lain disebabkan kemewahan yang orang lain peroleh.

Sesetengah orang sanggup mengampu, bermuka-muka dalam persahabatan kerana takut kehilangan kerjaya mereka, persahabatan mereka, mahupun maruh diri mereka. Contohnya, di syarikat- syarikat besar pada hari kita diperlihatkan dengan beberapa kakitangan masyarakat yang sanggup berpakaian sendat, dan ada juga yang sanggup mengambil minuman alkohol semata-mata untuk menjaga 'client' dan nama syarikat. Begitu jugalah hidup kita, tidak kisah dalam apa jua bidang sekalipun, pasti akan sampai satu masa kita akan tersangkut dengan pelbagai masalah. Tapi, sebagai seorang muslim, sanggupkah kita menggadaikan diri kita untuk 'worldly pleasures' yang sememangnya tak membawa kemana-mana?

Disebabkan itu jugalah, kita perlukan penggantungan diri kepada Allah. Orang yang menggantungkan dirinya semata-mata untuk dunia yang ingin dikejarinya, mahupun rakan-rakan yang sentiasa memuji-muji mereka tidak kekal lama. Malah, benda itu sendirilah juga yang memakan diri mereka kembali. Oleh itu, pergantungan diri yang mutlak adalah Allah, tuhan semesta Alam. Allah jugalah yang mengeluarkan diri mereka dari segenap bentuk masalah dunia. 


Orang yang menggantungkan diri mereka pada makhluk tidak mendapat apa jua bentuk ketenangan. Malah mereka membentuk penyakit hati untuk berlebih-lebihan dalam hidup, diliputi perasan resah gelisah akan kerjaya yang mereka miliki, rakan-rakan yang memuji kehebatan mereka mahupun cemburu akan kejayaan orang lain. Berbanding mereka yang meletakkan Allah sebagai segala-galanya dalam hidup, mereka lebih tenang dalam hidup walaupun memiliki harta yang sedikit, mahupun risau akan kehilangan kerjaya dan ditimpa masalah.

 Ustaz Asri: Erti kebahagiaan sebenar dengan penggantungan diri pada Allah taala


Beratnya "Alhamdulillah"...

Posted on Monday, 12 December 2011 by isoc.usmkle | 0 comments
Labels:

Ya Allah..Alhamdulillah, aku seorang Muslim
Ya Allah..Alhamdulillah, aku hidup sekarang
Ya Allah..Alhamdulillah, aku dapat bernafas sekarang
Ya Allah..Alhamdulillah, aku sihat sekarang
Ya Allah..Alhamdulillah, aku sempurna fizikal
Ya Allah..Alhamdulillah, aku ada rumah
Ya Allah..Alhamdulillah, aku ada ibu dan bapa
Ya Allah..Alhamdulillah, aku dapat makan
Ya Allah..Alhamdulillah, aku dapat minum
Ya Allah..Alhamdulillah, aku dapat pakaian
Ya Allah..Alhamdulillah, aku ada kerja
Ya Allah..Alhamdulillah, aku dapat bersekolah
Ya Allah..Alhamdulillah, aku hidup dalam keadaan aman
Ya Allah..Alhamdulillah, aku dapat berhibur (cara yang terbatas)
Ya Allah..Alhamdulillah, aku ada sahabat
Ya Allah..Alhamdulillah, aku dapat tidur dengan nyenyak
Ya Allah..Alhamdulillah, aku dapat menikmati udara segar
Ya Allah..Alhamdulillah
Ya Allah..Alhamdulillah!

Fikirkan, ramai manusia yang mengakui dia Islam, tetapi, adakah dia sudah melaksanakan tanggungjawabnya sebagai seorang Islam? Adakah hidupnya mengikut cara Islam? Solat 5 waktu? Puasa? Baca Al-Quran? Adakah kita bersyukur dengan nikmat ini?

Fikirkan, kita sedang bernafas sekarang, adakah kita gunakan hayat kita dengan sebaiknya? Adakah kita bersyukur dengan nikmat ini?

Fikirkan, kita sihat, tanpa penyakit buat masa sekarang, adakah kita gunakan masa sihat kita dengan sebaiknya? Dan adakah kita marah atau mengeluh dengan Allah jika kita ada penyakit? Ingat, penyakit merupakan tanda kasih Allah supaya kita ingat pada-Nya..SubhanAllah.. Adakah kita bersyukur dengan nikmat ini?

Fikirkan, kita ada rumah, makanan, minuman,pakaian dan pelbagai nikmat dari segi harta.. adakah kita makan dan minum, kita mulakan dengan Bismillah? Adakah kita menutup aurat ketika berpakaian dan kerana Allah Ta'ala? Adakah kita berhias mengikut cara Islam? Adakah kita bersyukur dengan nikmat ini?
Fikirkan, kita dapat berhibur (melalui cara terbatas), tetapi kadang-kadang kita terlupa, terlebih berhibur, lalai dan leka..

Fikirkan, kita hidup di Malaysia.. negara yang aman daripada peperangan (tidak termasuk perang politik). Kita dapat tidur dengan nyenyak, tiada bunyi bom, pistol dan segala jenis senjata. Tidak seperti di Iraq, Bosnia dan sebagainya. Adakah kita bersyukur dengan nikmat ini? Seperti dalam Surah Ar-Rahman..Allah menekankan ayat ini sebanyak 31 kali.

"Maka nikmat Tuhan kamu yang mana satukah yang kamu dustakan?" (Surah Ar-Rahman)

Kerana manusia itu mudah lupa, lalai dan leka dengan nikmat Allah yang terlalu banyak ini sehingga tidak terkira. Kadang-kadang kita lupa nak ucapkan:

"Terima kasih ya Allah! Terima Kasih! Alhamdulillah, nikmat yang Engkau berikan kepada ku amat banyak! Syukran ya Allah!"

Kadang-kadang kita lupa nak berterima kasih kepada Allah dengan cara beribadah kepada-Nya..kita lupa...lalai..

Kadang-kadang kita terlalu banyak merungut, "Kenapa aku tak dapat yang ini? Kenapa Allah kasi aku yang ini?!"

Alhamdulillah. Hari ini para pelajar tahun satu telah mendapat keputusan masing-masing.  Terdengar sahabat-sahabat berbicara :

kes 1

Sahabat 1 : Macam mana result, okay?
Sahabat 2 : Alhamdulillah, B+ . Tapi macam sedih je.
Sahabat 1 : Kenapa pulak ? B+ tu hebat kot.
Sahabat 2 : Bukan apa. Cuma macam ramai je dapat A. Kenapa aku tak boleh dapat. Hmmm...
Sahabat 1 : ........

kes 2

Sahabat 1 : Dapat berapa result ?
Sahabat 2 : C- 'jeeeee'

Kita tidak sedar, kita tak tanamkan dalam diri bahawa Allah itu Maha Mengetahui. Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya.. Kadang-kadang kita tidak sedar, Allah hanya meminjamkan kekayaan Dia kepada kita, tetapi kita? Dengan kekayaan itulah kita gunakan untuk menentang Tuhan Yang menciptakan alam ini.. Na'uzubillah..

Berbillion-billion nikmat yang Allah beri, kita lupa hanya dengan 1 ujian.

Ingat semula sahabat, apa niat kita belajar perubatan. Sekadar mahu jadi pelajar distinction kah? Atau sekadar mahu jadi doktor tanpa sempadan kah? Pandangan manusia yang kita ingini ? Atau redha Allah yang kita cari?

Ayuh kita muhasabah!

Alhamdulillah ya Allah atas segala nikmat yang Kau beri pada kami :)



sumber : http://www.iluvislam.com/ 

Aidil Adha, Korban celebration in Belgaum

Posted on Sunday, 11 December 2011 by isoc.usmkle | 0 comments

Though maybe our community start out to be small, but alhamdulillah we, the muslim community from USMKLE are capable of conducting a very successful Aidil Adha celebration.

To start with, maybe Aidil Adha celebration seems to be an unlikely event ever celebrated in Malaysia. Not that it is an unworthy of celebration, but we prefer to comemorate aidil fitri more than aidil adha that we do. Well, it seems to be an upside world down here in Belgaum. So we, the Isoc community jumping into the band wagon of the fiesta, hoping for the bless from Allah and so to benefits the rest of our homey- community.

We start out the first activity of the event with an Islamic explorace on monday night of 7th November 2011. The purpose of this activity is to initiate interest about Islam among our community with some basic learning on fiqah and knowledge on Islamic country in an interesting manner, besides moulding a good relationship among our community. So, after receiving the first task, which is to create a  group-flag, we divide among ourselves into small respective groups and  hoping to win for the tomorrows competition.

            Chaiyok2!!!! Hisham, Irwin, Zharif, Ilmu, and Azlan representing the as Siddiq group. As for  the silver linings, Rickee, Irwin, Siva and Santhana also colours up the day...




  The muslimah's team on the other hand, seems to be a step forward.... from the picture: A briefing on one of the team building activity- carrying a cup of water with mahjong paper


There is of about 8 station to be accomplished. Fuuh, might be a little sweatchy,.. but in anyway thanks to the iSoc and the sports bureau, the explorace turns out to be a great success and everyone really enjoys the day.

As for the next day, we performed an Aidil Adha prayers, lead/imam by our own Isoc leader, Mohd Hanif himself. Since, our surau are currently under progress, our prayers were held in front of the campus main building. Many may question, wasn't it seems hot? Luckily, Belgaum has the 'aircond'-like season. Well, trying  out something different, might be a blossom-full experience for everybody. Again, the prayers event turn out to be a success, with the participants from our neighbouring campus the JNMC students.

         Guess, that might not be enough carpets for everyone,... will fix the problems next time


Soon after the prayers, we pursue onto our major event- the korban. Hurm, guess I might be writing  between these line in Malay, to make my sentence a bit more clear. Psss, sbenarnya India tak benarkan korban scara trbuka, jadi kami pun adakan korban di rumah Uncle Mushtaq. Well it tooks about 3 days to accomplish all the cutting, slicing, and distributing the meats. Luckily, since we have more man-power this year, we were able to donate more for the Muslim community surrounds.

Korban from Islamic point of view is a form of ibadah, an act which bless by Allah. We Muslims perform this as an order to manifest the hardship of Ibrahim in order to sacrifice His sons, Ismail which later traded to kibas, as a rewards from HIM....

As for the lime light of the night event, the closing ceremony were conducted in the Campus compartment. While the rest of the boys might be busy managing the events, the muslimah on the other sides, helping with the cookings. It doesnt seems easy as it look, as we need to allocate just a right amount of foods for everybody. But, thanks to our Mess Bureau, everything comes in handy, thought there is a bit neck stretching moment preparing the dishes. Dont worry friends, your foods that night were lovely!!! A big event will not ends out so dim without a Nasyeed performing by Safwan, Hussein and the colleagues as for the grand finale.

Ariff Awang, together with the muslimah, busy preparing the dishes for the Closure ceremony- Not too sweatching huh,...

Nice vocals from the USMKLE-Syababs, though they were the last to have their dine. 

All in all, we do hope the spirits of our Islamic community continues. Though we start out small, we grows up big. Insyallah, the ISOC community will further uphold the values of Islam in the eyes of the World. 

Hadis 1

Posted on by isoc.usmkle | 0 comments
Labels:





Dari Amir al-Mu'minin Abu Hafs Umar Ibn Khattab ra, katanya: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:


Hanya segala amal dengan niat dan hanya bagi tiap-tiap seorang apa yang diniatkan. Maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa hijrahnya bagi dunia yang ia akan memperolehinya atau perempuan yang ia ingin mengahwininya, maka hijrahnya kepada apa yang ia berhijrah kepadanya itu.


Diriwayatkan hadith ini oleh dua orang Imam hadith iaitu Abu Abdullah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Al-Mughirah Ibn Bardizbah al-Bukhari dan Abu al-Hussain Muslim Ibn al-Hajjaj Ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi.



Peristiwa bersejarah:

Pada zaman Rasulullah saw, ada seorang dalam kalangan orang yang ingin berhijrah ke Madinah tetapi hijrahnya bukanlah dengan niat untuk menunaikan tuntutan Islam. Malah sebaliknya dia ingin berkahwin dengan seorang wanita yang bernama Ummu Qais. Manakala Ummu Qais sendiri tidak suka untuk menjadi isterinya jika dia tidak berhijrah ke Madinah. Maka sahabat yang berhijrah kerana Ummu Qais itu pun digelar sebagai 'Muhajir Ummu Qais'. Mereka pun akhirnya berkahwin dan menetap di kota Madinah yang damai itu.



Happy ending?


Cuba lihat kembali ayat ini:

"Hanya segala amal dengan niat dan hanya bagi tiap-tiap seorang apa yang diniatkan"

Jadi...

1) Sahabat itu cuma dapat apa yang diingini sahaja. Tidak lebih daripada itu.
Redha Allah pun tak?
Erm..tak. :(

2) Kesenangan yang muhajir tersebut dapat hanyalah di dunia semata.
Oo, akhirat tak dapat ape-ape ke?
Erm..zero.

Tapi dia sahabat nabi..
So what? Saidina Umar pun memperbetul niat dalam setiap langkah.
Waah, Saidina Umar kot..
:)



Kesimpulan:

Mulai saat ini, marilah kita mulakan setiap amal kita dengan tiada niat yang lain selain kerana Allah. Semoga kita dapat 2 in 1: Apa yang kita ingini dan redha Allah.


p/s: kalau niat 'Muhajir Ummu Qais' berhijrah hanya kerana Allah, insyaAllah dia akan dapat 2 in 1 juga iaitu keredhaan Ilahi dan perkahwinan yang diimpikan. Malanglah baginya kerana niatnya. 
ps/s: Bukan happy ending.




Between Yesterday and Today

Posted on Wednesday, 9 November 2011 by isoc.usmkle | 0 comments





[Credit]

(Please don't be intimidated to read this, just because it's in Hinglish. Read it til the last word and Insha-Allah, you won't regret it. Peace.)


Yes, you got it right. It's a direct translation of Hassan al-Banna's 'Bainal Ams wal Yaum.' But no, this is not an attempt to review the book, nor to promote ISK or anything like that. If you are expecting something along that line, I'm sorry to disappoint you.


Whoah. Why so serious Inche gabbana..? You might be asking yourself. Well, there are times when we need to be all serious and macho and able to say confidently, "I mean serious business," right..? So yes, today, please scrap that cheeky and jolly Inche gabbana image from your head and replace it with a more serious Inche gabbana. No, make that Inche seriyes. Yes, I'm now Inche seriyes. Just for today. (You know I couldn't stand the prospect of being labelled as Pak Cik PMS right..?) Hah!


Anyway. Change. To change. Changes. Whatever. What do all these words mean to you..? Minus the whatever of course. It can mean anything eh? To change your little brader's diaper. To change the light bulb for your abah. Hey, where's my change..? You exclaimed when one of the waiters at one posh restaurant you went recently intentionally didn't get back to you, although the restaurant had had service charges imposed already.


No. I'm not talking about that sort of change. I'm referring to a more matured, significant and sorta intelligent meaning of change (Yeah right..). My change is one's personal journey from the land of astalavistabebeh to a more civilised and ethical world of Teletubbies. Eh. I mean one's spiritual and emotional journey to transform himself, from bad to good, from evil to angel and from black to white (I always question why people connote black with something evil. Black is an awesome colour!). To put it simply, one's hijrah from a dark past to a brighter future. 


Why do you want to be all baik and pious and religious..? That's so not cool! You might be asking again (You've loads of questions, haven't you..?). Well, you might be disappointed with this answer but naturally, everyone, yes, EVERYONE, would want and love to be all baik and angelic. The truth is, Allah has created every single human with this natural feeling. Whether the feeling is just a speck of dust or as huge as the makcik beside your house (Ops!), everyone wants to be baik. That's a hard fact and please chew it slowly. 


And ONE reason why you have to change: 'Coz you NEED it! [Credit]


But what made one person chose to be good and obedient all the time and another chose to be a complete opposite? Well, many pieces come into the puzzle. It might be the upbringing, peer pressure (cliche, yes, I know..), financial distress, weather, environment, the food you consume or whatever. Those things might be significant and very much relevant in deciding who you are today.

But then, all those things are external factors. How about internal? Yourself? Have you ever asked yourself why did I choose to become who I am today..? Oh man, come on. Are you like for real..? Are you telling me you've never had this chitty-chatty pillow talk with yourself..? Man, you are such a loser! Shame on you..! (Ok please pretend you are watching this low-rated low cost Malay drama on TV1)


In truth, one's own decision to be baik or not, is very crucial and important indeed. Let's not go to the true meaning of baik because yes, I know, it can be very subjective. And let's not delve into some people whom are not able to make fair judgment for themselves, due to the stronger influence of the external factors above-mentioned. Or else this article will be loooooonnngggg, so long that you wish you didn't read this in the first place. 


Let's just assume that we live in the fairy land of Rational Sapiens, where all the inhabitants are able to decide for themselves whether to be a good citizen or not. We are fully aware of our decision and fully responsible of our actions. For every action we take, we are able to guess rather accurately the consequence that follows. In other words, all of us are mumayyiz; we are able to distinguish bad things and good things and our actions are based on this ability. Sounds very fair right?


Yet, why is it that some of us still choose to be the bad boys of the town? Worst, why the majority of us prefer to live in our own comfort, not want to change a single thing about our life? Or rather, so afraid to change..?


Well, I've got a few theories, as usual, the nerdy and all theoretical Inche gabbana. No, I mean, Inche seriyes. Are you guys ready..? 


1) We are afraid of changes because we fear of people's response. We are so worried what people might think of us if we were to change. We are afraid to be ridiculed and we don't want to be the hot topic of the latest makcik-makcik's gossip.


Who says men don't gossip..? Hah! [Credit]


To this type of species, allow me to ask you something. Why do you want to change in the first place? For the betterment of yourself right? And for who or what you are doing this? If you want to change for the better, it has to be for Allah right? And if you are genuinely doing it for Allah, to heck whatever people have got to say. It's not them who will give you pahala or dosa, or to decide whether you'll go to heaven or hell; it's He the guy up there! 


So concentrate now on what Allah has got to say about you. Now, stand in front of a big mirror and reflect yourself, physically and spiritually. Take a deep breath and think, what is Allah thinking about you now.


2) We are afraid of the unknowns. We do not want to change because we are so concerned about the consequences that might happen. We are afraid of our own shadow. 


My advice would be very straight-forward. Why care about the unknowns? They have not happened! Anything is possible! Even if you have a crystal ball to predict the future, you still can't be completely sure about what awaits you.


And you know you want to change for good. Allah will make it easy for you, Insha-Allah. You help Him, He will offer His helping hands buddy. Cool huh?


3) We do not want to change because we are reluctant to leave all the grandmas and grandpas of jahiliyyah that we have. Be it games, movies, couple, smoking dopes, whatever. Or it can also be our laziness, time-wasting habit or our keenness to procrastinate. They have been ingrained in our head and soul, that it's simply impossible for us to leave them behind just like that.


Let me tell you something sistah. First, you have never really committed enough to leave behind your jahiliyyahs. Am I right..? It has always been warm-warm chicken shit (Mind my language). Try to recall when was the last time you had this exploding urge to change? To really make that once in a lifetime leap of faith, from being a total hopeless to somebody who would bring great benefits to the society? Let me guess. Err, two minutes ago..?


And now, try to recall when was the last time you actually took action? Do give me the honour to play the guessing game again. Never? Oooh, I smell something burning. Is that you..? Wahahaha.. Ok serious serious, please. 


And second, FYI, sorga, that heavenly place with all the good things in the world plus extra bonuses that you could have never imagined, is only for people who are truly committed in their mujahadah. Read 2:214 if you don't believe me. Or 29:2. Or if you still need some convincing, try 3:142. I rest my case.


[Credit: iluvislam]


4) Last but not least, the reason why I wrote this in the first place, we are afraid of changes and reluctant to change because of our past. Yes, that ugly skeleton we've been trying hard to hide in our closet.


We are so worried that people might relate with our past if they see the changes we are trying to make. We are so demotivated of the prospect people belittling us when they see we are changing, just because we used to be somebody else before. This is one of the reasons why many girls out there are reluctant to shroud themselves with tudung (or better still tudung labuh) just because they used to be sexy-mexy before. Or why many boys are worried to be labelled as alim, pak lebai or dah bertaubat and hence, stop short at being good, just because they used to be the 'hero' amongst their peers.


The case of road not taken obviously. Sadly, we took the wrong turn; the road that would lead us to self-destruction. Nau'dzubillah..


Now, I have a secret to tell you. Well, it won't be a secret anymore after this. Whoever you were before, note that 'were' is a past tense. Why should you care about your past? Focus on who you are today and in the future. Come on. Everyone has his or her own past. And I can guarantee you it's not all rosy and glittery schzmittery. Everyone.


"I was a very bad boy before. I watched porn, I smoked, I hit people.. How I am supposed to be good now...??"


What? Why can't you be good now? Your past should not have anything to do with your future. I mean, of course it will have some effects to a certain extent. But it doesn't matter. If you want to change, then change. Make it happen!


"I have never worn tudung before. Not just that, I was known to be a kupu-kupu malam. What will people think if the see I'm all changed and covered..?"


They'll think, "Ekele, look at that! She budgets she's that good ah..??" (Read: Dia bajet bagus sangat ke..?)


So what..? Let others say and think whatever they like. Do you want to hear what Allah thinks..?


"And those who strive in Our (Cause)― We will certainly guide them to Our Paths: for verily Allah is with those who do right."
[al-Ankabut, 29:69]


What else can we ask for, other than Allah is always there for us..? To guide and nurture us, to be someone who is better than yesterday?


Whoever we were yesterday, it doesn't mean we have to be the same person today. In fact, we should be a better person today and much better tomorrow. That's mujahadah. That's istiqamah. 


It doesn't matter who you were before. It may matter from a human's distorted eyes. But from Allah's views, who you are and who you will be is what matters. The fact that you are still alive today and reading this, He loves you and He wants you to change. Allah is nudging you; "Hey! You've read this! Ain't feeling the heat yet..?"


Between yesterday and today, there's always a space, an opportunity for us to look back and reflect. Between yesterday and today, we'd always have the chance to change; it has always been there for us, not going anywhere. And the best thing is, between yesterday and today, Allah is always there for us, waiting for us patiently for us to seek for His pleasure, love and guidance.


We might be a caterpillar before. An ugly one. But it's time to metamorphose to a beautiful and adorable butterfly. The time has come. The time is now.

'Nuf said. [Credit]

-gabbana-